Rasulullah Orangnya Pemaaf Bukan Pemarah

Notification

×

Iklan

Iklan

Rasulullah Orangnya Pemaaf Bukan Pemarah

Selasa, 03 Januari 2023 | 10:06 WIB Last Updated 2023-01-05T08:17:51Z



Surga yang diciptakan Allah, hanya akan diisi oleh orang-orang yang lemah lembut dan selama hidupnya mampu menahan amarahnya. 



Wah, kok, bisa gitu ya? 




Sebab, ia tidak seperti Iblis yang marah karena diperintah Allah sujud kepada Adam. Iblis marah karena sombong. Iblis merasa lebih mulia karena diciptakan dari api sedangkan Adam hanya dari tanah. 




Ketika kita mendapatkan perlakuan menyakitkan, kadangkala amarah selalu cepat mengalir dari dalam diri sehingga dengan begitu mudahnya meluapkan emosi kepada orang-orang tak berdosa. 





Fitnah pun muncul karena seseorang tidak mampu menahan amarahnya.  Pembunuhan banyak terjadi karena seseorang tak mampu mengalahkan amarah di jiwa. Permusuhan dengan orang di sekitar terjadi akibat kita tidak mengindahkan pentingnya menahan amarah. 




Karena itulah, menahan amarah ialah perbuatan baik yang akan diganjar dengan surga oleh Allah Swt. 




Begitu mulianya pribadi Rasulullah, sehingga beliau tidak membalas kemarahan orang lain dengan kemarahan pula. 




Beliau selalu berusaha untuk tidak marah ketika mendapatkan perlakuan menyakitkan dari orang-orang yang membencinya.




Ketika kita disakiti oleh seseorang, kemarahan adalah hal yang wajar. Tetapi, terus menerus mendendam ialah sebuah kepribadian yang buruk dan patut dihindari. 




Kita harus mampu mengelola kemarahan dan berusaha memaafkan orang yang telah menyakiti kita. “Seburuk-buruknya orang adalah yang cepat marah dan lambat memaafkan.” (HR. Ahmad). 




“Dan bersegeralah menuju ampunan dari tuhanmu dan surga yang seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang mendermakan hartanya dalam keadaan senang dan susah, menahan amarah, dan suka memaafkan kesalahan orang. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Al-Balad [90]:11-13).





Cobalah kita teladani kepiawaian Rasulullah dalam hal menahan amarah. Siapa orangnya yang tak marah ketika setiap kali melewati jalanan, selalu dilempari kotoran unta, batu kerikil, dan sumpah serapah penghinaan. 




Kalau hal itu menimpamu, saya pastikan luap amarahmu akan menjadi perilaku merusak. Kamu akan membalas perlakuan menyakitkan dengan cara yang menyakitkan pula. 




Tetapi, Rasulullah mah nggak begitu orangnya. Dengan tenang, sabar, dan senyum mengembang; beliau membalas semua perlakuan menyakitkan itu. 




Mulia banget, kan? 




Tidak percaya? Mari kita baca shirah Nabi yang terkenal di bawah ini. 




Pada masa-masa penyebaran Islam di Mekkah, orang-orang Quraisy menenatang apa yang disampaikan Rasulullah. Apa yang disampaikan Rasulullah seolah menambah benci orang-orang Quraisy itu. 




Semakin gencar dakwah yang dilakukan Rasulullah, maka kebencian mereka semakin besar.  




Termasuk salah satu di antara mereka, yang rumahnya berada di sekitar jalanan sempit yang selalu dilewati baginda Rasulullah. 




Setiap kali Nabi Muhammad Saw. selesai beribadah dan pulang menuju rumahnya, ada seorang kafir Quraisy yang sering meludahinya, melemparkan kotoran hewan, dan melemparkan batu ke arah kekasih kita, Muhammad Saw. setiap hari. 




Tapi, apa yang dilakukan Rasulullah? 



Beliau tidak membalasnya dengan marah; hanya berdoa agar orang kafir itu dibukakan pintu hatinya tanpa menyimpan rasadendam. 




Pada suatu hari, saat Rasulullah berjalan di jalanan sempit itu, Nabi pun merasa heran karena orang Quraisy itu tak lagi mengganggunya.




Lalu, beliau bertanya pada salah satu penduduk, ”Kemana orang yang sering melempariku ketika aku selesai beribadah di ujung gang ini?”




Salah satu penduduk menjawab, ”Ia sedang sakit ya Rasulullah”.




Ketika ada kabar bahwa orang itu sakit, Rasulullah langsung menjenguknya tanpa ada dendam sedikit pun.




Datanglah Rasul ke rumah orang yang sering sekali melampari beliau sambil membawa semangkok makanan. 




Sang pemilik rumah pun tersentak kaget dan menangis sesenggukan sambil berkata,“Ya Muhammad, aku sering sekali meludahimu, melemparimu dengan kotoran dan sekarang kau menjengukku dengan membawa semangkok makanan.Tiada rasa dendam dan dengki di matamu, sedangkan tetangga dan kerabatku belum menjengukku sama sekali, ya Muhammad sungguh mulia hatimu.”




Rasulullah telah menunjukkan bahwa dirinya bukan hanya merdeka, tapi juga mau menjenguk dan mendoakan orang tersebut. Meskipun kita tahu, bahwa orang yang dijenguknya ketika sakit itu, selama ini selalu mengganggu beliau. 




Coba hal itu terjadi pada kita, mungkinkah hati ini dapat memaafkan perlakuannya yang menyakitkan itu? 


Rasulullah mah orangnya bukan pemarah. 




Beliau tidak pernah marah kecuali bila marah itu untuk kemashlahatan hidup yang dimarahi beliau. 




Rasulullah mah orangnya bukan pemarah. 




Beliau tidak membalas perlakukan menyakitkan dengan rasa dendam dan dengki. Beliau adalah teladan bagi kita dalam menahan amarahnya, teladan kita untuk dapat mengelola marah dengan bijaksana, dan teladan kita dalam menciptakan perdamaian di muka bumi. 




Saking mulianya akhlak Rasulullah, pantas bila orang yang utama harus kita cintai di dunia ini adalah beliau. 




Tutur katanya harus kita teladani, laku lampahnya menjadi teladan hidup kita, dan kasih sayangnya harus menghidupkan kita agar selalu berada dalam cinta kasih. ***(SAB)